Sedang Suka Memaknai Rangkaian Kata : Puisi

Thursday, May 23, 2013
Mengamat-amati, meresapi rangkaian kata indah yang disusun untuk menyampaikan sebuah pesan dengan tidak sederhana itu ternyata susah juga. Akhir-akhir ini saya sedang gemar melakukannya. Maklum saja, kalau untuk membuat sendiri rangkaian kata yang penuh makna saya belum bisa, jadilah menikmati hasil karya orang lain. Terkadang, setiap si-pembaca memiliki imajinasi dalam memaknainya. Begitu juga dengan saya. Entah sebenarnya si-penulis ingin menyampaikan apa, tapi saya memilih dengan persepsi saya dan menikmati rangkaian indah kata demi-katanya. Kebanyakan si terangkai menjadi pesan cinta. 

Puisi pendek ini dari dulu sudah memikat hati saya. Karya Sapardji Djoko Damono, dengan judul Aku Ingin

`` Aku Ingin ``

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


Saya pribadi sepakat dengan beberapa pemaknaan terhadap puisi ini, dimana si-penulis ingin menunjukkan bahwa cinta itu sederhana, seperti kayu yang berkorban untuk api, seperti awan yang berkorban untuk hujan tanpa perlu mengungkapkan seberapa besar pengorbanan mereka, karena cinta bisa dibuat sederhana.

Sebuah puisi lain, saya menemukannya setelah browsing di google. Banyak blogger yang mengunduhnya, tapi saya belum menemukan sebenarnya puisi ini ditulis oleh siapa. Membaca puisi ini memiliki sensasi berbeda dengan puisi sebelumnya, puisi ini seperti mewakili perasaan seorang yang tengah berbunga-bunga jatuh cinta tapi cinta bukan hanya manis dan suka, ada duka didalamnya. 

matamu
keheningan di gegap gempita langit
merampungkan bahagia yang
akan tercipta lewat hujan
:airmata

laksana tirus
matamu merincis sarang
luka di dadaku yang menggenang
rancak jiwamu saat kuselisir
bersama rindu leburkan getir

"adakah yang lebih mantra
dari matamu yang menyulap
lukaluka menjadi gulagula?"

engkaulah bunga mewangi di mimpi
engkaulah nauangan ksatria tersesat
engkaulah peta segala tuju kekinian
engkaulah pelarut batu pada hatiku

namun aku melihatnya
sedih membaur bersama terista
di kelopak kembang matamu saat
selaksa bening intan berpijar
di reruntuhan payau airmatamu

ini dadaku
benamkan jingga di wajahmu
taburkan manikmanik luka
hingga melaung segala terista
:lesap bersama airmata 



Part yang paling saya suka adalah penggalan ini; "adakah yang lebih mantra, dari matamu yang menyulap lukaluka menjadi gulagula?" Tak terbayang bisa membuat sebuah kalimat indah semacam itu.

Satu lagi petikan kalimat yang menurut saya indah dalam sebuah makna kesederhanaan;

Kenapa selama ini orang praktis terlupa akan burung gereja, daun asam, harum tanah: benda-benda nyata, yang meskipun sepele, memberi getar pada hidup dengan tanpa cingcong? Tidakkah itu juga sederet rahmat, sebuah bahan yang sah untuk percakapan, untuk pemikiran, untuk puisi 
-seperti kenyataan tentang cinta dan mati?-
Goenawan Mohamad (Caping 2, h.27)



1 comments:

Anonymous at: July 2, 2013 at 6:43 AM said...

puisi2mu membiusku....

zzzzzzzzzzz...zzzzzzzz...zzzzzzzz...
*pingsan apa ngorok ki,hehehe

my favorite song