Awal bulan Mei 2010 yang lalu..
Aku menginjakkan kaki di bandar udara Depati Amir, Pangkal Pinang, Bangka.
Di siang yang terik dan menyengat. Ini pengalaman pertamaku berlibur meninggalkan Yogyakarta dengan kendaraan terbang. Aku punya banyak saudara dari ayahku di Bangka. Liburan kali ini dihabiskan sembari menghadiri hajat nikahan kakak sepupuku yang tinggal di Sungailiat.
Pulau yang terletak di sebeleh timur Sumatera Selatan ini terkenal dengan hasil tambang Timah. Tiap jengkal tanahnya seakan memberi titik terang keberadaan kekayaan material Timah yang bernilai jual tinggi. "Kalau mau uang keruk saja tanah depan rumah", ini kenyataan, lho. Kepulauan Bangka yang beribukota provinsi di Pangkal Pinang ini terdiri dari 6 kabupaten dan sebuah ibu kota provinsi.
Dari yang saya amati selama berada disana, ada hal-hal unik yang saya temui, diantaranya:
- Lahan dan tanah masih sangat luas dan jarang dioptimalkan oleh penduduknya. Jadi, sewaktu berada di Pangkal Pinang, saya sempat berjalan-jalan di area sekitar rumah salah satu sanak keluarga. Tercengang melihat banyaknya lahan tak terurus yang hanya ditumbuhi semak belukar. Nah lo, mana ada yang seperti itu di Jawa. Menurut cerita, beberapa lahan disana dimanfaatkan untuk perkebunan lada dan kelapa sawit. Dua komoditi yang sangat menjanjikan, bukan? Entah karena penduduknya yang sedikit atau mereka kurang suka berkebun atau bercocok tanam, tapi sungguh lahan-lahan yang potensial itu hanya dipenuhi semak belukar dan pada akhirnya berubah menjadi hutan.
- Etnis Tionghoa yang cukup dominan. Cukup banyak dijumpai para Chinese di Bangka-Belitung. Rupanya keberadaan mereka yang sudah dari lampaui ini disebabkan dari sebuah perjalanan para Chinese dijaman duluuu kala menuju Jawa Timur, namun karena terkena badai, kapalpun terdampar di Belutung. Kemudian disusul dengan rombongan pekerja tambang dari Cina yang memang sengaja datang untuk mengeruk Timah. Pada akhirnya hubungan penduduk lokal dengan mereka terjalin baik hingga saat ini.
- Rumah-rumah Walet di tengah kota. Jika diamati, di sepanjang kota di Pangkal Pinang, etnis tionghoa berjaya dengan usaha dagangnya. Mereka memiliki toko dan yang unik,,, disetiap atap tokonya terbangun gedung yang entah bertingkat berapa. Sayangnya bangunan bertembok semen dengan banyak jendela itu bukan tempat tinggal pemilik toko, tapi itu adalah bangunan yang sengaja dibuat untuk mengundang datangnya burung Walet. Tau sendiri kan sarang walet dari air liurnya punya nilai jual yang tinggi. Terkesima...
- Becak Motor. Hmm rupanya salah satu kendaraan umum yang berjaya di sana ialah becak motor. Memang bukan hal yang aneh, tapi yang lucu adalah disana kita tidak akan menjumpai becak yang dikayuh dengan sepeda. Semua becak akan bergandengan dengan motor untuk menjalankannya.
becak motor khas Bangka |
- Gaya bahasa. Hihihi... selalu tersipu setiap ingat ini. Bahasa daerah mereka sangat menarik. Terutama dari segi kecepatan atau tempo bicara, sangat cepatttt... aku yang orang Jogja ini tergopoh-gopoh mengikuti pembicaraan mereka.
Karena aku punya banyak sanak saudara di sana, aku merasa Bangka selalu meninggalkan kerinduan dan tekad untuk kembali lagi kesana suatu saat nanti.. InsayAllah.. ^^
.